Postingan Populer

halaman

Sabtu, 28 September 2019

Contoh Proposal Pelatihan Kader Kesehatan Gigi Dan Mulut

BAB I
PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang
 Pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, salah satu diantaranya pembagunan kesehatan gigi dan mulut. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan gigi, diantaranya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang optimal, dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) program layanan kesehatan dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Bebas Karies tahun 2020. 

 Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, diantaranya pembangunan kesehatan gigi dan mulut dibutuhkan peran serta masyarakat sebagai salah satu strategi penyelenggaraan pembangunan kesehatan, meliputi perorangan misalnya kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, figur masyarakat, kelompok masyarakat misalnya, posyandu, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga sosial masyarakat dan pemerintah yang berperan sebagai agen perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat. 

 Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan gigi dan mulut, merupakan salah satu cara untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan, salah satu diantaranya dengan pemberdayaan kader kesehatan. Kegiatan yang dilakukan lebih diarahkan pada pelayanan promotif, preventif dan rujukan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan pada upaya kesehatan berbasis masyarakat diantanya posyandu dengan sasaran kelompok resiko tinggi meliputi anak usia balita, anak usia pendidikan dasar, ibu hamil dan menyusui, kelompok usia lanjut. 

 Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif , kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan (UU Tentang Kesehatan No.36 Tahun 2009) 

Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi nasional indeks DMF-T adalah 4,6%. Pravalensi rata-rata penduduk Indonesia usia 1-4 tahun bermasalah pada gigi dan mulut untuk gigi rusak berlubang ataupun sakit sebesar 10,4%.Adapun persentase karies Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,8% (RISKESDAS, 2013) 

Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi nasional indeks DMF-T adalah 39,3%. Pravalensi rata-rata penduduk Indonesia usia 3-4 tahun bermasalah pada gigi dan mulut untuk gigi rusak, berlubang ataupun sakit sebesar 81,5% . Adapun persentase karies Provinsi Jawa Tengah sebesar 43,4% (RISKESDAS, 2018).

 Berdasarkan data di atas, kami mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang yang juga berperaan sebagai tenaga kesehatan bermaksud hendak melakukan upaya peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut melaui kegiatan pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut pada kader Posyandu RW 02 Kelurahan Jabungan. Sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat terutama masyarakat di RW 02 Kelurahan Jabungan.

 B. Filosofi Pelatihan 
 Pelatihan kader Posyandu khususnya kader kesehatan gigi dan mulut diselenggarakan dengan memperhatikan :

 1. Prinsip pembelajaran Pedagogi, karena usia peserta termasuk dewasa tetapi belum dapat dituntut mandiri dan pembelajaran masih membutuhkan contoh sehingga peserta berhak untuk :
 a. Didengarkan dan dihargai persepsinya tentang kegiatan UKGM.
 b. Dibimbing dalam setiap kegiatan. 
c. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan keberadaannya.

 2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk : Mendapatkan materi 1 paket.
 a. Mendapatkan pelatih professional yang dapat memfasilitasi dengan berbagai metode, melakukan umpan balik dan menguasai materi pelatihan.
 b. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual, auditorial maupun kinestetik ( gerak ). 
c. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing – masing tentang peran kader.
 d. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka. e. Melakukan evaluasi (terhadap penyelenggara maupun fasilitator) dan dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya dalam kegiatan pengenalan kader.

 3. Berbasis Kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk :
 a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.
 b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan. 

 4. Learning by doing, yang memungkinkan peserta untuk :
 a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran antara lain diskusi kelompok, penugasan/latihan, praktek baik secara individu maupun kelompok. 
b. Melakukan pengulangan maupun perbaikan yang dirasa perlu. 


 BAB II 
PERAN DAN KOMPETENSI

 A. Peran dan Kompetensi
 Kader Setelah diadakan pelatihan, peserta menjadi kader kesehatan gigi dan mulut di posyandu pada RW 02 Kelurahan Jabungan. Kader dapat berperan sebagai penyuluh untuk melakukan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut, kader juga dapat berperan sebagai pemeriksa keadaan umum kesehatan gigi dan mulut masyarakat, serta kader berperan sebagai perujuk bila terdapat penyakit gigi dan mulut.

 B. Kompetensi 
 1. Promotif Melakukan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut secara umum, jenis-jenis penyakit gigi dan mulut dan pencegahannya, dan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. 
 2. Preventif Melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut secara sederhana pada balita dan ibu hamil, serta melakukan pertolongan pertama pada sakit gigi dan radang gusi.
 3. Rujukan Kader dapat melakukan rujukan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dan balita 
 4. Pencatatan dan Pelaporan Kader dapat melakukan pencatatan kesehatan gigi dan mulut serta dapat membuat pelaporannya.


BAB III 
TUJUAN PELATIHAN 

A. Tujuan Umum
 Meningkatkan pengetahuan, minat, dan ketrampilan peserta serta peran serta kader di bidang kesehatan, khusunya bidang kesehatan gigi dan mulut. Sehingga tercapai perilaku hidup sehat dan meningkatnya sumber daya manusia.

 B. Tujuan Khusus
 Diharapkan peserta dapat :
 1. Meningkatkan pengetahuan kader tentang UKGM
. Meningkatkan pengetahuan kader tentang kesehatan gigi secara umum.
 3. Meningkatkan pengetahuan kader tentang jenis-jenis penyakit gigi dan mulut.
 4. Meningkatkan pengetahuan kader tentang cara-cara pencegahan penyakit gigi dan mulut.
 5. Meningkatkan kemampuan kader tentang cara pemeriksaan gigi dan mulut secara sederhana pada ibu hamil dan balita.
 6. Meningkatkan kemampuan kader dalam memberikan pertolongan pertama pada sakit gigi dan radang gusi.
 7. Meningkatkan kemampuan kader tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar.
 8. Meningkatkan kemampuan kader tentang cara melakukan sistem rujukan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dan balita.
9. Meningkatkan kemampuan kader tentang teknik melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. 


BAB IV 
PESERTA, FASILITATOR DAN PENYELENGGARA 

A. Peserta
 Adapun peserta dari kegiatan ini diambil sejumlah 2 orang kader dari posyandu yang ada pada setiap RT di RW 02. Peserta dari kegiatan ini berjumlah 20 orang.

 B. Fasilitator
 Kegiatan ini difasilitatori oleh petugas puskesmas, dosen Jurusan Keperawatan Gigi dan mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi.

 C. Penyelenggara Panitia
 penyelenggara dibentuk untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut di posyandu RW 02 Kelurahan Jabungan. Struktur organisasi panitia penyelenggara yaitu sebagai berikut: ..*..


BAB V
STRUKTUR PROGRAM
 ..*..

BAB VI
EVALUASI DAN SERTIFIKASI 

A. Evaluasi
 1. Peserta Melakukan Pre-test dan Post-test kepada kader posyandu dengan memberikan beberapa pertanyaan tertulis.
 2. Fasilitator Peserta pelatihan diberi lembar ceklis berupa angket untuk menilai pemberi materi. Pemberian angket ini diberikan di akhir acara
 3. Penyelenggara
 a. Peserta, dan fasilitator diberi lembar ceklis untuk menilai kegiatan yang telah diselenggarakan
 b. Panitia mempunyai lembar ceklis untuk keterselenggaraan kegiatan, mulai dari persiapan diadakannya kegiatan sampai selesainya kegiatan.



 B. Sertifikasi
 Contoh sertifikat yang diberikan

sertifikat,pelatihan kader, kesehatan giig dan mulut, posyandu, UKBM, penghargaan, piagam
sertifikat pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut di posyandu

Senin, 09 September 2019

Faktor Resiko Karies ( Gigi Berlubang )


  1. 1. Etiologi Karies
etiologi karies, resiko karies, faktor resiko karies, penyebab karies, mikroorganisme, substrat, gigi, host, waktu
Etiologi karies

Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies yaitu etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies (Chemiawan, 2004). 
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004).

  •  Faktor Host Atau Tuan Rumah 

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah terserang karies dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan karena enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat gigi orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak (Chemiawan, 2004).


  •   Faktor Agen Atau Mikroorganisme 

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah kokus gram positif, merupakan 16 jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 10.000-100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam) (Chemiawan, 2004).


  • Faktor Substrat Atau Diet 

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).


  •  Faktor Waktu 

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan, 2004).

  1. 2.  Pengertian Resiko Karies 

Menurut Hausen et all, (1994), resiko karies adalah peluang seseorang untuk memiliki beberapa lesi karies dalam kurun waktu tertentu. Setiap orang memiliki resiko karies yang berbeda – beda, dan tidak tetap seumur hidup karena dapat berubah apabila melakukan tindakan pencegahan karies oleh dirinya sendiri maupun oleh tenaga medis yang berwenang.
 Faktor resiko adalah beberapa factor yang berhubungan dengan sebab akibat terjadinya karies, faktor resiko bukan merupakan faktor penyebab tapi faktor pengaruhnya yang berkaitan dengan terjadinya karies. Dengan resiko karies yang tinggi seseorang mempunyai faktor resiko karies lebih banyak. (Simanjutak, 2009).

  1. .3. Faktor Resiko Karies 

 1. Saliva 
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran ratarata saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan (Sondang, 2008).
 Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002). 
 Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi 20 kelenjar anak-anak masih bersifat belum konstan, karena kelenjarnya masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan.
 Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. Sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang, 2008).
 PH saliva normal, sedikit asam yaitu 6,5. Secara mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat mencegah aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004). 
Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
 a) Aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan mulut termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut dan pelumas. 
 b) Aliran saliva memiliki efek buffer (menjaga supaya suasana dalam mulut tetap netral), yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula. 
c) Saliva mengandung antibodi dan anti bakteri, sehingga dapat mengendalikan beberapa bakteri di dalam plak. 
Namun jumlah saliva yang berkurang akan berperan sebagai pemicu timbulnya kerusakan gigi (Chemiawan, 2004). (Chemiawan, 2004).

 2. Jumlah Bakteri 
Streptococcus Mutans dan Streptococcus Sobrinus mempunyai peranan pusat pada etiologi penyebab terjadinya karies karena kedua bakteri ini mempunyai kemampuan melekat pada pelikel saliva, enamel dan dengan bakteri plak yang lainnya. Streptococcus Mutans dan Lactobacilllus adalah penghasil asam yang kuat di dalam rongga mulut dan menimbulkan lingkungan asam yang merupakan faktor resiko karies.
 S.Mutans ada pada gigi pada umur sekitar 6-24 bulan. Setelah lahir akan segera terbentuk ekosistem oral yang terdiri dari berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri didalam mulut disebabkan transmisi manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Walaupun bakteri lactobacillus bukan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengosumsi karbohidrat dengan jumlah yang banyak (Sondang, 2008). 

 3. Pengalaman Karies 
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang, 2008).

 4. Social Ekonomi 
Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Hal ini dikaitakan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. 
Menurut Thirtankar (2003), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi setelah pekerjaan yang memengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan memengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. 
Menurut Herijulianti (2001), tingkat sosial ekonomi juga mempengaruhi gaya hidup seseorang terutama dalam berperilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut. Sebab anak-anak dengan kondisi sosial ekonomi orang tua yang lebih tinggi, maka akses dan intensitas untuk berkunjung ke dokter gigi guna melakukan perawatan rongga mulutnya akan lebih tinggi juga. 

 5. Oral Hygiene 
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. 
Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur, merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. 
Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya 19 sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006). 

 6. Pola Makan (Diet)
 Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan (Sondang, 2008). 
 Sehari-hari banyak dijumpai anak yang selalu dikelilingi penjual makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di sekolah. Anak yang sering mengkonsumsi jajanan yang mengandungi gula, seperti biskut, permen, es krim memiliki skor karies yang lebih tinggi di bandingkan dengan anak yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik seperti buahbuahan (Sondang, 2008).
 Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat waktu makan utama. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies (Sondang, 2008). 

 7. Penggunaan Fluor 
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah 18 kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007).