Postingan Populer

halaman

Sabtu, 07 Desember 2019

Peningkatan Pengendalian Penyakit Menular Dan Tidak Menular Serta Penyehatan lingkungan Di Bidang Kesehatan Gigi Dan Mulut

Peningkatan Pengendalian Penyakit Menular Dan Tidak Menular Serta Penyehatan lingkungan Di Bidang Kesehatan Gigi Dan Mulut

Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut adalah kegiatan pelayanan kesehatan di bidang kesehatan gigi dan mulut yang ditujukan kepada masyarakat. Contoh pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah pelayanan promotif, pelayanan preventif dan pelayanan kuratif Pelayanan kesehatan gigi dan mulut biasanya dilakukan di puskesmas, rumah sakit, dan praktek mandiri. Untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik tentunya diperlukan standar khusus guna mencegah penularan penyakit dan mengurangi resiko pada penyakit tidak menular. 

Penyakit Menular adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasit, atau jamur, dan dapat berpindah ke orang lain yang sehat. penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara langsung dapat terjadi melalui kontak fisik seseorang terhadap orang yang menderita penyakit menular. sedangkan kontak secara tidak langsung dapat terjadi penularan melalui udara, cairan penderita penyakit menular dan lain sebagainya. untuk mencegah terjadinya penularan penyakit baik dari pasien ke petugas kpelayanan kesehatan atau sebaliknya diperlukan alat pelindung diri yang berfungsi untuk melindungi diri petugas dari penularan ataupun melindungi pasien agar tidak tertular.

Alat pelindung diri seperti masker, handscoon, clemek, sepatu kerja, kaca mata kerja sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan.
Berikut beberapa alat pelindung diri yang umum digunakan di pelayanan kesehatan gigi dan mulut:

1. Masker


Masker sebaiknya dipakai satu kali saja, jadi setelah pemakaian masker selama 5 jam, masker tersebut langsung dibuang. Hal ini bentujuan agar masker yang kita pakai tetap berfungsi dengan semestinya, jangan sampai masker yang kita pakai untuk melindungi tubuh malah menyebabkan penyakit, gara-gara menghirup kotoran yang tertimbun di masker karena tidak diganti. Masker wajib dipakai pada setiap tindakan.


2. Handscoon (Sarung tangan)
Handscoon atau sarung tangan wajib dipakai tenaga medis agar terhindar dari droplet pasien. Tujuan Penggunaan Handscoon adalah untuk mencegah terjadinya infeksi silang serta mencegah terjadinya penularan virus dan kuman.

Pemakaian handscoon sangat diperlukan karena merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko transmisi patogen yang dapat ditularkan melalui cairan. Dengan menggunakan sarung tangan akan melindungi pemakai sarung tangan dari risiko infeksi silang. Handscoon wajib dipakai ketika melakukan tindakan yang  berkontak langsung dengan pasien.

3. Pelindung wajah
Merupakan alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi wajah dan mata dari paparan bahan kimia berbahaya, partikel yang berterbangan, percikan benda kecil, serta percikan cairan. di Indonesia, alat pelindung diri ini biasanya digunakan ketika melakukan tindakan scalling, dan ketika mengebur gigi untuk melindungi partikel karang gigi dan gigi yang tidak sengaja atau tidak sadar mengenai wajah.





Selain menggunakan alat pelindung diri, melakukan desinfeksi dan sterilisasi pada alat, bahan dan ruangan/lingkungan kerja sangat diperlukan untuk memutus dan membunuh mata rantai bakteri, virus, dan jamur.

Penyehatan Lingkungan Kerja
Penyehatan lingkungan kerja adalah segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan tempat kerja beserta lingkungannya dan pengaruhnya terhadap manusia. Upaya Pelayanan Kesehatan Lingkungan di tempat kerja bertujuan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan petugas atau pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses  dan lingkungan kerja dalam keadaan aman.
Pada lingkungan kerja pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan dengan melakukan sterilisasi lingkungan dengan cara rutin membersihkan ruangan serta alat yang digunakan, dan ruti melakukan kontrol pada alat-alat yang digunakan agar keamanan dan keselamatannya tetap terjaga dan terkendali dengan baik.
Upaya penyehatan ini diatur dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.03/MEN/1982, yang  tujuannya lebih terperinci yaitu  
  1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental.
  2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
  3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik tenaga kerja.
  4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang sakit.
Untuk meningkatkan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta penyehatan lingkungan di bidang kesehatan gigi dan mulut diperlukan kesadaran petugas dan ketersediaan alat pelindung diri yang layak.

Jumat, 06 Desember 2019

Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas Traji

Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas Traji


Puskesmas Traji adalah Puskesmas yang terletak di Jl. Raya Bandunggede No.02 Traji Parakan Kode Pos 56254 Telepon (0293) 5914057, email: puskesmas.traji@gmail.com

Pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas ini adalah BP Umum, Farmasi, KIA, Persalinan, BP Gigi, dan Promosi kesehatan.
Berdasarkan pengalaman praktek kerja lapangan yang saya jalani di BP Gigi puskesmas Traji, Poli Gigi di sini dapat melayani tindakan promotif, preventif dan kuratif. Bisa dengan Umum ataupun BPJ.
1.  Layanan Promotif
     Adalah layanan kesehatan yang bersifat promosi kesehatan. Di puskesmas Traji terdapat layanan promotif penyuluhan yang diadakan bekerjasama dengan tenaga promkes di dalam puskesmas, dan kegiatan penyuluhan ke sekolah-sekolah Paud, TK dan SD, serta penyuluhan ke posyandu-posyandu yang berada di wilayah kerja puskesmas bekerjasama dengan tenaga Bidan. Kegiatan promotif ini dilakukan rutin secara rutin dan berkala.


2.   Layanan Preventif

      Adalah layanan kesehatan yang berfokus pada pencegahan sebuah penyakit. Beberapa kegiatan Preventif yang ada di Puskesmas Traji, yaitu:
a. Periksa rutin setiap bulan pada ibu hamil (ANC Terpadu), pada kegiatan ini ibu hamil
rutin memeriksakan kondisi gigi dan mulutnya, diperiksa juga salivanya, dan diberikan kartu KMGS Ibu hamil untuk mengetahui keluhan-keluhan Ibu hamil dan juka terdapat masalahdapat ditangani dengan segera. KMGS ibu hamil diberikan juga saat ada kunjungan ke posyandu.

b. Kunjungan ke Paud, TK, dan SD, kegiatan yang dilakukan rutin dan berkala setiap tahunnya ini, perawat gigi mendatangi sekolah untuk dilakukan kegiata menggosok gigi bersama dan melakukan pemeriksaan gigi dan mulut, dan juga melakukankegiatan Fissure Sealent pada gigi yang terindikasi. Selain kegiatan preventif, terdapat juga kegiatan penyuluhan sebelum dilakukan kegiatan preventif. Jika saat screening ditemukan indikasi cabut atau tambal gigi dilakukan perujukan ke puskesmas.
c. Kunjungan ke posyandu, selain melakukan kunjungan ke posyandu untuk memeriksa dan memberika KMGS Ibu hamil dan balita, terdapat juga pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut yang diberikan pada kader posyandu untuk mengontrol kesehatan gigi dan mulut di wilayah kerja puskesmas Traji
d. Scaling (Pembersihan karang gigi), khusus kegiatan scaling dilakukan di dalam gedung, karena memerlukan alat dan tempat yang memadai. Kegiatan pembersihan karang gigi ini dapat dinikmati oleh masyarakat dengan layanan umum, dikenakan tarif pada layanan ini.


3.   Layanan Kuratif

      Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat memberi pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian keccatan akibat penyakit agar kualitas penderita tetap terjaga secara optimal. Di puskesmas Traji sendiri terdapat layanan Kuratif seperti pencabutan gigi susu dan gigi permanen, penambalan gigi, pengobatanpenyakit gigi dan mulut dan lain sebagainya.



Selain layanan yang disebutkan di atas, terdapat juga layanan lain yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain di puskesmas Traji. Seluruh kegiatan layanan bertujuan untuk memfasilitasi masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, khususnya di Kabupaten Temanggung.

Profil RS Ortopedi Prof.DR.R Soeharso Surakarta

Rumah Sakit Ortopedi Prof.DR.R Soeharso Surakarta


Rumah Sakit Ortopedi Prof.DR.R Soeharso Surakarta yang terletak di Jl. Jenderal Ahmad Yani, PabelanSukoharjoJawa Tengah adalah rumah sakit Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan dan berada dibawah naungan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan yang sudah bertipe A, khusus menangani permasalahan tulang (ortopedi). Rumah sakit ini menjadi pusat rujukan nasional dan pendidikan Khusus Ortopedi, Traumatologi, dan rehabilitasi medik.
Di rumah sakit Ortopedi Prof.DR.R Soeharso Surakarta terdapat beberapa layanan unggulan untuk masyarakat yaitu layanan sub spesialis spine, sub spesialis rekonstruksi, sub spesialis pediatrik, Sub spesialis onkology, sub spesialis hand and microsurgeri. Dan layanan umum meliputi layanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap
1. Layanan Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat rumah sakit ini memberikan pelayanan medis yang sifatnya gawat dan darurat selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Dengan tenaga medis yang profesional dan tersertifikasi, tata cara kerja yang baik, fasiltas pemeriksaan penunjang untuk mendukung proses diagnostik, dukungan obat dan bahan medis habis pakai, alur keluar masuk pasien yang jelas, kamar operasi yang siap pakai serta dukungan transportasi ambulans yang berfokus pada keselematan pasien.
Melayani :
  • Pelayanan gawat darurat dan tidak gawat
  • Pemeriksaan radiologi (foto rontgent tulang dan anggota gerak)
  • Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, kimia darah, urine, serologi)
  • Pemeriksaan rekam jantung/EKG
  • Bank darah
  • Layanan obat/apotik
  • Ruang observasi
  • Operasi cito medis
  • Tindakan non-operasi (jahit luka ataupun pengegipan)
  • Ambulance jemput bola bagi masyarakat yang memerlukan
2. Layanan Rawat Jalan
Instalansi Rawat Jalan memberikan pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa mengharuskan pasien menginap. Pelayanan ini termasuk salah satu indikator penting yang sangat diperhatikan oleh Rumah Sakit Ortopedi. Melayani tindakan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik, serta pelayanan kesehatan lainnya.

Sub Spesialis Spine


https://www.rso.go.id/rawat-jalan/

Menangani kelainan pada tulang belakang dan leher.
Keluhan yang ditangani antara lain :
  • Deformitas / Kelainan Bentuk (Skoliosis, Kiposis danLodorsis)
  • Trauma /Cedera (Cervical, Thoracal, Lumbal)
  • Degenarif (HNP, Cervical Lumbal Stenosis)
  • Infeksi Tulang Belakang

Sub Spesialis Rekonstruksi


Menangani perbaikan / rekonstruksi tulang maupun sendi yang rusak dan cedera olahraga. Keluhan yang di tangani antara lain :

Sub Spesialis Pediatrik


Menangani kelinan tulang pada anak-anak. Keluhan yang di tangani antara lain :
  • Kaki Pengkor (Cubfoot)
  • Plantar Flexi Tolocranalis karena otot anterior lemah.
  • Degeneratif (HNP, Cervical Lumbal Stenosis)

Sub Spesialis Onkology


Menangani tumor dan kanker pada tulang. Keluhan yang di tangani antara lain :
  • Operasi Penyelamatan Tungkai (Limb – Salvage Surgery)
  • Pengangkatan tumor ulang tanpa amputasi dengan Megaprothesis.
  • Penanganan tumor tulang dengan pendekatan Interdisiplin (Elinicopathologi Conference)

Sub Spesialis Hand & Microsurgery


Menangani operasi mikro dan kelainan pada tangan. Kasus yang ditangani antara lain :
Instalasi Rawat Inap RS Ortopedi Prof.DR.R. Soeharso Surakarta menyediakan fasilitas rawat inap bagi para pasien dengan berbagai kelas sesuai dengan kebutuhan pasien.
Instalasi Rawat Inap terdiri dari Kelas VVIP, VIP, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III. Dikelola dengan manajemen profesional dan tenaga medis handal yang siap memberikan pelayanan perawatan pasien.

Sabtu, 28 September 2019

Contoh Proposal Pelatihan Kader Kesehatan Gigi Dan Mulut

BAB I
PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang
 Pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, salah satu diantaranya pembagunan kesehatan gigi dan mulut. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan gigi, diantaranya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang optimal, dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) program layanan kesehatan dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Bebas Karies tahun 2020. 

 Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, diantaranya pembangunan kesehatan gigi dan mulut dibutuhkan peran serta masyarakat sebagai salah satu strategi penyelenggaraan pembangunan kesehatan, meliputi perorangan misalnya kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, figur masyarakat, kelompok masyarakat misalnya, posyandu, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga sosial masyarakat dan pemerintah yang berperan sebagai agen perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat. 

 Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan gigi dan mulut, merupakan salah satu cara untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan, salah satu diantaranya dengan pemberdayaan kader kesehatan. Kegiatan yang dilakukan lebih diarahkan pada pelayanan promotif, preventif dan rujukan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan pada upaya kesehatan berbasis masyarakat diantanya posyandu dengan sasaran kelompok resiko tinggi meliputi anak usia balita, anak usia pendidikan dasar, ibu hamil dan menyusui, kelompok usia lanjut. 

 Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif , kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan (UU Tentang Kesehatan No.36 Tahun 2009) 

Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi nasional indeks DMF-T adalah 4,6%. Pravalensi rata-rata penduduk Indonesia usia 1-4 tahun bermasalah pada gigi dan mulut untuk gigi rusak berlubang ataupun sakit sebesar 10,4%.Adapun persentase karies Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,8% (RISKESDAS, 2013) 

Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi nasional indeks DMF-T adalah 39,3%. Pravalensi rata-rata penduduk Indonesia usia 3-4 tahun bermasalah pada gigi dan mulut untuk gigi rusak, berlubang ataupun sakit sebesar 81,5% . Adapun persentase karies Provinsi Jawa Tengah sebesar 43,4% (RISKESDAS, 2018).

 Berdasarkan data di atas, kami mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang yang juga berperaan sebagai tenaga kesehatan bermaksud hendak melakukan upaya peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut melaui kegiatan pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut pada kader Posyandu RW 02 Kelurahan Jabungan. Sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat terutama masyarakat di RW 02 Kelurahan Jabungan.

 B. Filosofi Pelatihan 
 Pelatihan kader Posyandu khususnya kader kesehatan gigi dan mulut diselenggarakan dengan memperhatikan :

 1. Prinsip pembelajaran Pedagogi, karena usia peserta termasuk dewasa tetapi belum dapat dituntut mandiri dan pembelajaran masih membutuhkan contoh sehingga peserta berhak untuk :
 a. Didengarkan dan dihargai persepsinya tentang kegiatan UKGM.
 b. Dibimbing dalam setiap kegiatan. 
c. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan keberadaannya.

 2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk : Mendapatkan materi 1 paket.
 a. Mendapatkan pelatih professional yang dapat memfasilitasi dengan berbagai metode, melakukan umpan balik dan menguasai materi pelatihan.
 b. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual, auditorial maupun kinestetik ( gerak ). 
c. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing – masing tentang peran kader.
 d. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka. e. Melakukan evaluasi (terhadap penyelenggara maupun fasilitator) dan dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya dalam kegiatan pengenalan kader.

 3. Berbasis Kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk :
 a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.
 b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan. 

 4. Learning by doing, yang memungkinkan peserta untuk :
 a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran antara lain diskusi kelompok, penugasan/latihan, praktek baik secara individu maupun kelompok. 
b. Melakukan pengulangan maupun perbaikan yang dirasa perlu. 


 BAB II 
PERAN DAN KOMPETENSI

 A. Peran dan Kompetensi
 Kader Setelah diadakan pelatihan, peserta menjadi kader kesehatan gigi dan mulut di posyandu pada RW 02 Kelurahan Jabungan. Kader dapat berperan sebagai penyuluh untuk melakukan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut, kader juga dapat berperan sebagai pemeriksa keadaan umum kesehatan gigi dan mulut masyarakat, serta kader berperan sebagai perujuk bila terdapat penyakit gigi dan mulut.

 B. Kompetensi 
 1. Promotif Melakukan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut secara umum, jenis-jenis penyakit gigi dan mulut dan pencegahannya, dan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. 
 2. Preventif Melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut secara sederhana pada balita dan ibu hamil, serta melakukan pertolongan pertama pada sakit gigi dan radang gusi.
 3. Rujukan Kader dapat melakukan rujukan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dan balita 
 4. Pencatatan dan Pelaporan Kader dapat melakukan pencatatan kesehatan gigi dan mulut serta dapat membuat pelaporannya.


BAB III 
TUJUAN PELATIHAN 

A. Tujuan Umum
 Meningkatkan pengetahuan, minat, dan ketrampilan peserta serta peran serta kader di bidang kesehatan, khusunya bidang kesehatan gigi dan mulut. Sehingga tercapai perilaku hidup sehat dan meningkatnya sumber daya manusia.

 B. Tujuan Khusus
 Diharapkan peserta dapat :
 1. Meningkatkan pengetahuan kader tentang UKGM
. Meningkatkan pengetahuan kader tentang kesehatan gigi secara umum.
 3. Meningkatkan pengetahuan kader tentang jenis-jenis penyakit gigi dan mulut.
 4. Meningkatkan pengetahuan kader tentang cara-cara pencegahan penyakit gigi dan mulut.
 5. Meningkatkan kemampuan kader tentang cara pemeriksaan gigi dan mulut secara sederhana pada ibu hamil dan balita.
 6. Meningkatkan kemampuan kader dalam memberikan pertolongan pertama pada sakit gigi dan radang gusi.
 7. Meningkatkan kemampuan kader tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar.
 8. Meningkatkan kemampuan kader tentang cara melakukan sistem rujukan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dan balita.
9. Meningkatkan kemampuan kader tentang teknik melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. 


BAB IV 
PESERTA, FASILITATOR DAN PENYELENGGARA 

A. Peserta
 Adapun peserta dari kegiatan ini diambil sejumlah 2 orang kader dari posyandu yang ada pada setiap RT di RW 02. Peserta dari kegiatan ini berjumlah 20 orang.

 B. Fasilitator
 Kegiatan ini difasilitatori oleh petugas puskesmas, dosen Jurusan Keperawatan Gigi dan mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi.

 C. Penyelenggara Panitia
 penyelenggara dibentuk untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut di posyandu RW 02 Kelurahan Jabungan. Struktur organisasi panitia penyelenggara yaitu sebagai berikut: ..*..


BAB V
STRUKTUR PROGRAM
 ..*..

BAB VI
EVALUASI DAN SERTIFIKASI 

A. Evaluasi
 1. Peserta Melakukan Pre-test dan Post-test kepada kader posyandu dengan memberikan beberapa pertanyaan tertulis.
 2. Fasilitator Peserta pelatihan diberi lembar ceklis berupa angket untuk menilai pemberi materi. Pemberian angket ini diberikan di akhir acara
 3. Penyelenggara
 a. Peserta, dan fasilitator diberi lembar ceklis untuk menilai kegiatan yang telah diselenggarakan
 b. Panitia mempunyai lembar ceklis untuk keterselenggaraan kegiatan, mulai dari persiapan diadakannya kegiatan sampai selesainya kegiatan.



 B. Sertifikasi
 Contoh sertifikat yang diberikan

sertifikat,pelatihan kader, kesehatan giig dan mulut, posyandu, UKBM, penghargaan, piagam
sertifikat pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut di posyandu

Senin, 09 September 2019

Faktor Resiko Karies ( Gigi Berlubang )


  1. 1. Etiologi Karies
etiologi karies, resiko karies, faktor resiko karies, penyebab karies, mikroorganisme, substrat, gigi, host, waktu
Etiologi karies

Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies yaitu etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies (Chemiawan, 2004). 
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004).

  •  Faktor Host Atau Tuan Rumah 

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah terserang karies dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan karena enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat gigi orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak (Chemiawan, 2004).


  •   Faktor Agen Atau Mikroorganisme 

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah kokus gram positif, merupakan 16 jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 10.000-100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam) (Chemiawan, 2004).


  • Faktor Substrat Atau Diet 

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).


  •  Faktor Waktu 

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan, 2004).

  1. 2.  Pengertian Resiko Karies 

Menurut Hausen et all, (1994), resiko karies adalah peluang seseorang untuk memiliki beberapa lesi karies dalam kurun waktu tertentu. Setiap orang memiliki resiko karies yang berbeda – beda, dan tidak tetap seumur hidup karena dapat berubah apabila melakukan tindakan pencegahan karies oleh dirinya sendiri maupun oleh tenaga medis yang berwenang.
 Faktor resiko adalah beberapa factor yang berhubungan dengan sebab akibat terjadinya karies, faktor resiko bukan merupakan faktor penyebab tapi faktor pengaruhnya yang berkaitan dengan terjadinya karies. Dengan resiko karies yang tinggi seseorang mempunyai faktor resiko karies lebih banyak. (Simanjutak, 2009).

  1. .3. Faktor Resiko Karies 

 1. Saliva 
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran ratarata saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan (Sondang, 2008).
 Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002). 
 Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi 20 kelenjar anak-anak masih bersifat belum konstan, karena kelenjarnya masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan.
 Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. Sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang, 2008).
 PH saliva normal, sedikit asam yaitu 6,5. Secara mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat mencegah aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004). 
Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
 a) Aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan mulut termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut dan pelumas. 
 b) Aliran saliva memiliki efek buffer (menjaga supaya suasana dalam mulut tetap netral), yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula. 
c) Saliva mengandung antibodi dan anti bakteri, sehingga dapat mengendalikan beberapa bakteri di dalam plak. 
Namun jumlah saliva yang berkurang akan berperan sebagai pemicu timbulnya kerusakan gigi (Chemiawan, 2004). (Chemiawan, 2004).

 2. Jumlah Bakteri 
Streptococcus Mutans dan Streptococcus Sobrinus mempunyai peranan pusat pada etiologi penyebab terjadinya karies karena kedua bakteri ini mempunyai kemampuan melekat pada pelikel saliva, enamel dan dengan bakteri plak yang lainnya. Streptococcus Mutans dan Lactobacilllus adalah penghasil asam yang kuat di dalam rongga mulut dan menimbulkan lingkungan asam yang merupakan faktor resiko karies.
 S.Mutans ada pada gigi pada umur sekitar 6-24 bulan. Setelah lahir akan segera terbentuk ekosistem oral yang terdiri dari berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri didalam mulut disebabkan transmisi manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Walaupun bakteri lactobacillus bukan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengosumsi karbohidrat dengan jumlah yang banyak (Sondang, 2008). 

 3. Pengalaman Karies 
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang, 2008).

 4. Social Ekonomi 
Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Hal ini dikaitakan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. 
Menurut Thirtankar (2003), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi setelah pekerjaan yang memengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan memengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. 
Menurut Herijulianti (2001), tingkat sosial ekonomi juga mempengaruhi gaya hidup seseorang terutama dalam berperilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut. Sebab anak-anak dengan kondisi sosial ekonomi orang tua yang lebih tinggi, maka akses dan intensitas untuk berkunjung ke dokter gigi guna melakukan perawatan rongga mulutnya akan lebih tinggi juga. 

 5. Oral Hygiene 
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. 
Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur, merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. 
Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya 19 sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006). 

 6. Pola Makan (Diet)
 Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan (Sondang, 2008). 
 Sehari-hari banyak dijumpai anak yang selalu dikelilingi penjual makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di sekolah. Anak yang sering mengkonsumsi jajanan yang mengandungi gula, seperti biskut, permen, es krim memiliki skor karies yang lebih tinggi di bandingkan dengan anak yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik seperti buahbuahan (Sondang, 2008).
 Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat waktu makan utama. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies (Sondang, 2008). 

 7. Penggunaan Fluor 
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah 18 kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007).

Sabtu, 17 Agustus 2019

Oral Hygiene kebersihan rongga mulut

poltekkes semarang , Jurusan Keperawatan Gigi , Terapis Gigi dan Mulut , Oral Hygiene , Personal Hygiene
praktek oral hygiene mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi
Poltekkes Semarang
A. Pengertian Oral Hygiene 
Secara harfiah, di dalam rongga mulut sudah terjadi proses pembersihan gigi dan mulut secara mekanik yaitu ketika terjadi gesekan antara makanan berserat, saliva dan gigi.. Namun, proses pembersihan gigi dan mulut tidak cukup bila hanya mengandalkan proses mekanik, perlu adanya proses pembersihan lain untuk memaksimalkan kebersihan rongga mulut.
Oral hygiene adalah suatu perawatan mulut dengan atau tanpa menggunakan antiseptik untuk memenuhi salah satu kebutuhan personal hygiene klien. Secara sederhana Oral hygiene dapat menggunakan air bersih, hangat dan matang. Oral hygiene dapat dilakukan bersamaan pada waktu perawatan kebersihan tubuh yang lain seperti mandi, mengosok gigi dll. Perawat perlu membantu penderita/keluarga untuk melakukan perawatan tersebut guna meningkatkan peran serta aktif dalam memberikan perawatan kepada penderita.

B. Tujuan Oral Hygiene
1) Agar mulut tetap bersih / tidak berbau
2) Mencegah infeksi mulut, bibir dan lidah pecah-pecah stomatitis
3) Membantu merangsang nafsu makan
4) Meningkatkan daya tahan tubuh
5) Melaksanakan kebersihan perorangan
6) Merupakan suatu usaha pengobatan

C. Indikasi
• Pasien yang memiliki masalah mulut yang menderita caries, plak, halitosis, gusi berdarah dan radang pada gusi.
• Pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hygienenya sendiri
• Pasien pasca operasi tulang leher atau pasien yang tidak dapat menggerakkan lehernya
• Pasien tidak sadarkan diri

 D. Kontraindikasi
 Klien yang menderita penyakit diabetes dan beresiko stomatitis.

E. Prosedur Tindakan Perawatan Mulut (Oral hygiene)
Oral hygiene memiliki prosedur tindakan yang harus diikuti dari standar peralatan hingga langkah kerja yang dilakukan. Berikut ini adalah prosedur tindakan oral hygiene:
 1) Peralatan
a) Larutan pencui mulut / larutan anti septic (Betadine cair)
b) Tog spatel yang dibalut dengan satu lapis kassa
c) Handuk wajah, bengkok
d) Handuk kertas/tissue/ pengalas
e) Gelas dengan air dingin / hangat
 2) Langkah-langkah
 a) Jelaskan prosedur kepada keluarga klien / langsung pada klien. Jika keluarga atau klien bida melakukannya sendiri, anda hanya perlu membantu dan menginstruksikannya dengan benar
 b) Cuci tangan anda
 c) Tempat handuk / pengalas diatas meja tempat tidur dan atau peralatan
 d) Tarik tirai disekitar tempat tidur dan tutup pintu ruangan.
 e) Atur posisi klien
 f) Letak handuk dibawah wajah penderita dan bengkok dibawah dagu penderita
 g) Dengan hati-hati regangkan gigi atas dan bawah penderita dengan tong spatel secara tepat tapi lembut, diantara molar belakang. Sisipkan bila penderita rileks, bila memungkinkan.
 h) Bersihkan mulut penderita dengan menggunakan tong spatel yang telah dibasahi air/pencuci mulut. Bersihkan permukaan gigi. Gosok palatum mulut, bibir, pipi. Gosok lidah perlahan. Basahi aplikator bersih dengan air dan gosok mulut untuk mencuci. Ulangi sesuai dengan kebutuhan.
 i) Cuci tangan setelah melakuka tindakan.
 j) Catat hal-hal yang diperlukan (misalnya gusi berdarah, lidah yang pecah)

F. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Oral Hygiene 
1) Status Sosial Ekonomi Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan klien menyediakan bahan penunjang, seperti pasta gigi.
2) Sosial Sebagai tempat seseorang saling berkomunikasi, bertukar pikiran dan informasi dapat mempengaruhi perilaku hygiene pribadi.
3) Pengetahuan Pengetahuan dapat berpengaruh terhadap daya minat memenuhi kebutuhan hygiene pribadi seseorang.
4) Cacat Jasmani / Mental Bawaan kondisi cacat Kecacatan fisik dan mental dapat mengganggu aktifitas hygiene pribadi

G. Akibat Tidak Dilakukannya Oral Hygiene
1) Masalah umum
 a) Karies (gigi berlubang) Karries gigi merupakan masalah umum pada setiap orang, perkembangan lubang merupakan proses patologi yang melibatkan kerusakan email gigi dikarenakan terjadi demineralisasi .
b) Penyakit periodontal Adalah penyakit jaringan penyangga gigi.
c) Plak Adalah lapisan transparan yang melekat pada gigi, yang menganduk bakteri.
d) Halitosis Merupakan bau yang keluar dari dalam mulut, yang diakibatkan hygiene mulut yang buruk, makanan tertentu atau proses infeksi serta tingginya asam lambung. Menjaga hygiene rongga mult dengan baik dan benar dapat mengurangi bahkan menghilangkan penyebabnya. Kecuali penyebabnya adalah penyakit sistemik.
e) Keilosis Merupakan gangguan bibir retak. Dapat diakibatkan oleh kurangnya vitamin C, kebiasaan nafas melalui mulut, dan saliva yang berlebihan.
 2) Masalah mulut lain
 a) Stomatitis Peradangan pada mukosa mulut yang disebabkan iritasi, kurang vitamin C, hormone, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur serta dapat disebabkan oleh konsumsi obat.
 b) Glosisitis Peradangan pada lidah yang disebabkan infeksi atau cidera, seperti luka atau gigitan.
 c) Gingivitis Peradangan pada gusi dapat diakibatkan oleh hygiene mulut yang buruk seperti penumpukan plak dana tau karang gigi, kekurangan vitamin C, hormonal atau pada penyakit sistemik.

 Jika pasien mengalami masalah-masalah seperti di atas, memerlukan penanganan oral hygiene yang spesifik untuk mengobati dan menghentikan penyebabnya.
 Oral hygiene merupakan suatu tindakan perawatan rongga mulut untuk menjaga kebersihannya dan memenuhi salah satu kebutuhan personal hygiene seseorang. Tindakan perawatan ini dapat dilalukan sendiri oleh seseorang atau oleh orang terdekat dan seorang tenaga medis yang berkompeten.
Jika seseorang dalam keadaan sakit atau pasca operasi maka seseorang tersebut memerlukan bantuan orang lain atau orang terdekatnya untuk memenuhi kebutuhan personal hygienenya.


Tips untuk melakukan tindakan oral hygiene :
 1. pelajari dan pahami karakter kebutuhan pasien apakah bisa melakukan sendiri atau tidak
2. siapkan alat dan ban yang diperlukan saja
3. tawarkan kepada pasien atau keluarga yang menunggu apakah ingin melakukan oral hygiene sendiri atau olehkeluarga atau oleh perawatjika memungkinkan
4. bersikap sewajarnya dan ramah
5. jika pasien pasca operasi atau koma, jangan paksakan menggunakan pasta gigi, dan bersihkanlah area yang dapat dijangkau